Category Archives: Karya Tulis

Antara Kesetaraan Gender Dan Mahasiswi Cairo

“Sebuah kenyataan bagi yang mengetahui dan menyadari keadaan dirinya: ketika pertama kali laki-laki melihat perempuan, ia langsung berinteraksi dengannya dalam kapasitas sebagai perempuan, sebelum atribut-atribut lainnya. Lelaki akan menemukan keindahan dan kecantikan darinya. Juga, ia akan melihat sesuatu yang membuatnya terkagum dan tergoda. Perempuan pun menyadari posisinya yang semacam itu, sebagai sumber godaan dan fitnah. Jika tak sadar, maka ia bukan lagi seorang perempuan. Tak bisa dibantah, hubungan antara lelaki dan perempuan memiliki sisi lain. Namun, sisi yang paling dominan adalah erotisme. Meskipun, sisi ini kadang-kadang tersamar atau terlupakan karena suatu hal, namun ia cepat kembali hadir. Karena perempuan tak sirna dari dunia laki-laki kecuali untuk hadir..” (Ali Harb).

“Cewek itu naksir aku” ungkap seorang (atau, malah lebih) lelaki ketika ada mahasiswi ingin meminjam buku atau minta bimbingan belajarnya padanya.

Kenyataan dan fenomena diatas sering dihadapi perempuan, lebih khusus mahasiswi di Cairo. Hal ini menjadi dilematis. Di satu sisi, para mahasiswi itu mengharap akan menemukan patner diskusi yang tangguh bersama kawan-kawan lelaki-nya. Namun, disisi lain, laki-laki memandang dan menilai perempuan dengan stereotipe yang kurang menyenangkan.

Sejak beberapa dekade ini, isu feminisme dan kesataraan gender menggema, ramai dibicarakan. Tak sedikit tokoh perempuan terlibat membincangkan isu besar ini, bahkan laki-laki.

Sebelum kita melangkah lebih jauh bersama isu dan ikut bersama-sama memperjuangkan perjuangan kaum Hawa ini, penulis hendak mengajak pembaca, sahabat-sahabat perempuan, untuk sejenak melihat diri sendiri, mengaca dan merenungkan kembali, sebelum akhirnya ikut berteriak, “Kami menuntut kesetaraan..!!”

Berangkat dari kenyataan dan fenomena yang saya paparkan diatas, tampaknya perjuangan perempuan untuk menuntut kesetaraan akan banyak menghadapi rintangan, yang bukan saja tidak ringan, tapi sungguh berat, melelahkan, menjengkelkan. Kita harus terseok-seok lebih dulu untuk bisa memulainya.

Sedikit kita mencermati, mengapa dalam majelis-majelis ilmu yang berisi lelaki dan perempuan, perempuan cenderung pasif, hanya beberapa gelintir saja yang terlihat aktif. Mengapa lelaki tampak lebih pandai dibanding perempuan? Mengapa dengan mengatas-namakan perempuan, banyak ‘kesalahan’, kelemahan dan kekurangan yang bisa dimaklumi?

Diakui atau tidak, banyak perempuan ikut membantu merendahkan dirinya sendiri, ketika mengatakan—misalnya—“Udah, laki-laki saja yang jadi presentatornya”, “Udah lelaki saja yang jadi ketua panitianya”, “Udah, laki-laki saja yang jadi ketua..koordinator..pimpinan…. dan seterusnya”. Banyak sekali, lontaran-lontaran pembebanan yang semestinya mampu dilakukan perempuan (untuk memisahkan pekerjaan-pekerjaan yang hanya ‘pantas’ dilakukan oleh laki-laki, seperti: angkat-angkat kursi, dorong mobil, panjat pohon, mengayun kapak dan sejenisnya) diarahkan dan ditimpakan kepada lelaki semua. Kita belum mempersiapkan diri untuk berjejer setara. Kalau begitu, apakah makna perjuangan keseteraan yang didengung-dengungkan itu? Sementara kita tak siap untuk setara!

Beban kita berat. Ditatap dengan mata nanar, penuh ‘emosi’. Dicurigai ‘sedang naksir’ atau ‘cari mangsa’ ketika menjadikan lawan jenis sebagai patner diskusi. Kita memerlukan semangat dan kekuatan ekstra untuk memenangkan perjuangan. Sudah siapkah kita?!

Saat ini, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, jumlah mahasiswa lebih banyak daripada jumlah mahasiswi yang belajar di Cairo (6:1). Dengan perbandingan seperti itu, marilah kita ibaratkan: ada pasangan suami istri, yang memiliki 6 anak lelaki dan 1 anak perempuan. Biasanya, dalam sebuah keluarga, terjadi pengistimewaan jika sepasang suami-istri memiliki putri tunggal atau putra tunggal. Begitu pula yang terjadi pada komunitas mahasiswi di sini. Sebagai ‘putri tunggal’ ia terkesan mendapat perlakuan yang lebih manis dan dimanjakan. Berhati-hatilah! Sang putri tak boleh lalai dan terlena, ia harus tetap memeras keringat dan mandiri jika ingin menyamai ‘saudara-saudara’nya yang lelaki. Pemanjaan jangan dijadikan bumerang yang akan memenggal kepala sendiri.

Entah..sadarkah kita, bila kita ternyata kita sering mengedepankan identitas perempuan, demi menutupi kelemahan dan kekurangan kita. Dalam sebuah diskusi atau kajian keilmuan, misalnya, ketika tak mampu bersaing dengan lelaki, kita cukup menghibur diri dengan sebuah kenyataan bahwa kita adalah perempuan. Mengapa? Ada apa dengan perempuan?!

Harus diakui bahwa hanya segelintir mahasiswi yang berani berdiri sejajar dengan lelaki. Itu pun, terkadang, setelah tengok kanan-kiri menanyakan kepantasannya. Bahkan, ada yang tampak dipaksakan, demi hanya untuk menyelamatkan muka perempuan dari aib, aib absen dalam berkiprah. Tapi, ya untung! Paling tidak untuk melatih keberanian.

Di Cairo ini, perempuan mendapat fasilitas dan perlakuan yang cukup leluasa dan berimbang. Mereka bisa membentuk dan mengikuti perkumpulan, pergerakan, forum kajian dan sebagainya. Banyak fasilitas yang bisa dimanfaatkan perempuan. Tinggal bagaimana perempuan itu sendiri memanfaatkannya. Dan untuk selanjutnya, marilah kita berjuang agar bisa meyakinkan bahwa kita pantas menjadi patner diskusi da membincangkan permasalahan untuk pengambilan keputusan penting yang patut diperhitungkan. Kita sadarkan diri kita sendiri dan saudara lelaki kita, bahwa kita sejajar. Kita mampu berbuat dan berkiprah sebagaimana mereka mampu berbuat dan berkiprah. Demi kemajuan dan peradaban manusia itu sendiri. Jika sampai kita gagal di sini, tak ada yang pantas disalahkan selain diri kita sendiri.

Kita yang memilih, mau jadi seonggok daging pemuas nafsu dan berdiri di bawah laki-laki, manjadi warga kelas dua yang diabaikan, atau sebagai manusia fitri yang berdiri sejajar dan diperhitungkan keberadaannya. Hanya kita sendirilah yang bisa menjawabnya. Selamat Bangkit Perempuan!

====

Ini adalah opini yang pernah saya tulis untuk buletin FATAYAT bertajuk “Sebelum Kesetaraan Gender”
Karena setting-nya Cairo dan coret-coret kehidupan, saya masukkan aja ke “blog” :-), sebagai kenang-kenangan agar tak tercecer 🙂


Oyako no Hanashi

Menyimpan kenangan ....

Rumah Elly Juga Nih

Just another WordPress.com weblog

honeymoonbackpacker

Backpacking, Learning, Sharing

BOoks to Learn Arabic...

Embed of PDF Books for the Learning of Arabic

Brumwords

About world you'll leave behind anytime soon.

Kajian Timur Tengah

dan Studi Hubungan Internasional

Dina Y. Sulaeman

About Life, Parenting, and Motherhood

Zona_ik@n

it's all about fishery

Food and Tools

Chopping Grating Cooking Baking

Iwan Yuliyanto

- Fight For Freedom -

FAKRA!

alif ba ta, terbata memahami sabda

Catatan Hidup

Karena kita hanya melewati jalan ini sekali, mari lakukan yang terbaik